Etika Profesi Teknologi Informasi & Komunikasi


 

Selasa, 14 Mei 2019

0 komentar

MAKALAH ETIKA PROFESI TEKNOLOGI
DAN INFORMASI KOMUNIKASI CYBER CRIME & CYBER LAW DENGAN TEMA PORNOGRAFI DAN PENCEMARAN NAMA BAIK DI MEDIA SOSIAL TWITTER

logo_ubsi.png

Disusun Oleh :

·        Ayu Rahmawati                     (11162010)
·        Floriana Febriyanti                (11162103)
·        Septi Widiastuti                      (11162019)
·        Sindi Alvionita                       (11162102)
·       Yulia Prawitasari                    (11161917)


Program Studi Sistem Informasi Akuntansi
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Bina Sarana Informatika PSDKU Pontianak
2018




KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Subhanahuwata’ala karenaNya lah makalah ini dapat terselesaikan dan dapat dibaca oleh semua pihak.
Makalah ini adalah hasil kerja kelompok V (lima) dalam membahas Cyber Crime dan Cyber Law yang kemudian makalah ini akan dipresentasikan dikelas untuk dibahas bersama-sama. Diharapkan makalah ini dapat membantu dalam memahami secara tuntas tentang Cyber Crime dan Cyber Law.
Penyusun menyadari bahwa masih dapat kekurangan pada makalah ini, untuk itu penyusun dengan senang hati menerima kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah ini. Sekaligus penyempurna pengetahuan kita dalam mempelajarinya.
Akhirnya penyusun mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyusun makalah ini.


Pontianak, 30 Maret 2019








DAFTAR ISI

BAB I         PENDAHULUAN
        1.1               Latar Belakang.........................................................................................1
        1.2               Identifikasi Masalah.................................................................................1
        1.3               Tujuan......................................................................................................1

BAB II            LANDASAN TEORI
        2.1              Undang-undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik).....................2
        2.2              Pengertian Cybercrime..............................................................................2
            2.2.1        Motif Kegiatan Cybercrime......................................................................3
            2.2.2        Faktor Penyebab.......................................................................................4
            2.2.3        Karakteristik Cybercrime.........................................................................4
            2.2.4        Jenis-jenis Cybercrim...............................................................................6
          2.3              Pengertian Cyberlaw...............................................................................7
            2.3.1        Ruang Lingkup Cyberlaw........................................................................7
            2.3.2        Topik-topik Cyberlaw...............................................................................8
            2.3.3        Asas-asas Cyberlaw..................................................................................8
            2.3.4        Contoh Kasus Cyberlaw...........................................................................9

BAB III          PEMBAHASAN
        3.1       Waktu Kejadian...........................................................................................11
        3.2       Tokoh atau Pelaku.......................................................................................11
        3.3       Teknik Pelanggaran yang dilakukan...........................................................12
        3.4       Pelanggaran hukum yang dikenai...............................................................12
        3.5       Alasan melakukan Pelanggaran..................................................................13
        3.6       Kasus Akhir.................................................................................................13

BAB IV          PENUTUP
4.1         Kesimpulan.................................................................................................15
4.2         Saran...........................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA




BAB I
PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang
            Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan okum, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan okum.

            1.2.          Identifikasi Masalah
                        Identifikasi masalah  yang dapat diambil dari makalah “CYBER CRIME dan CYBER LAW” adalah sebagai berikut :
          1.             Pengertian Cyber Crime
          2.             Faktor Penyebab terjadinya Cyber Crime
          3.             Karakteristik Cyber Crime
          4.             Pengertian Cyber Law
          5.             Perbandingan UU ITE Indonesia dengan Negara lain
          6.             Studi Kasus

            1.3.            Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
        1.                  Untuk dapat di presentasikan sehingga mendapatkan nilai UAS, dikarenakan mata kuliah EPTIK (Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi) adalah KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi).
        2.           Memberikan informasi tentang cyber crime dan cyber law, Khususnya untuk kami sendiri dan untuk masyarakat yang membacanya.

           


BAB II
LANDASAN TEORI


          2.1              Undang-undang ITE (Informasi dan Transaksi Eletronik)
                      Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah Ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah Indonesia dan atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan indonesia.
   UU ITE mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pasa UU ITE juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan melalui internet. UU ITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di pengadilan.

          2.2              Pengertian Cybercrime
                      Perkembangan yang pesat dari teknologi telekomunikasi dan teknologi komputer menghasilkan internet yang multifungsi. Perkembangan ini membawa kita ke ambang revolusi keempat dalam sejarah pemikiran manusia bila ditinjau dari konstruksi pengetahuam umat manusia yang dicirikan dengan cara berfikir yang tanpa batas (borderless way of thinking).
                      Cyber crime atau kejahatan dunia maya dapat didefenisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan teknologi komputer dan komunikasi.
   The Prevention of Crime and The Treatment of Offlenderes di Havana, Cuba pada tahun 1999 dan di Wina, Austria tahun 2000, menyebutkan ada 2 istilah yang dikenal:
          1.                  Cybercrime dalam arti sempit disebut computer crime, yaitu prilaku ilegal/ melanggar yang secara langsung menyerang sistem keamanan komputer dan/atau data yang diproses oleh komputer.
          2.                  Cybercrime dalam arti luas disebut computer related crime, yaitu prilaku ilegal/ melanggar yang berkaitan dengan sistem komputer atau jaringan.
Dari beberapa pengertian di atas, cybercrime dirumuskan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan memakai jaringan komputer sebagai sarana/ alat atau komputer sebagai objek, baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain.
            Dalam beberapa literatur, cybercrime sering diidentikkan sebagai computer crime. The U.S. Department of Justice memberikan pengertian Computer Crime sebagai: “… any illegal act requiring knowledge of Computer technology for its perpetration, investigation, or prosecution”. Pengertian lainnya diberikan oleh Organization of European Community Development, yaitu: “any illegal, unethical or unauthorized behavior relating to the automatic processing and/or the transmission of data”. Andi Hamzah dalam bukunya “Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer” (1989) mengartikan cybercrime sebagai kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara ilegal. Sedangkan menurut Eoghan Casey “Cybercrime is used throughout this text to refer to any crime that involves computer and networks, including crimes that do not rely heavily on computer“.

          2.2.1        Motif Kegiatan Cyber crime
          a)                  Cybercrime yang menyerang individu :
Kejahatan yang dilakukan terhadap orang lain dengan motif dendam atau iseng yang bertujuan untuk merusak nama baik, mencoba ataupun mempermaikan seseorang untuk mendapatkan kepuasan pribadi. Contoh : Pornografi, cyberstalking, dll.
          b)                  Cybercrime yang menyerang hak milik (Against Property) :
Kejahatan yang dilakukan terhadap hasil karya seseorang dengan motif menggandakan, memasarkan, mengubah yang bertujuan untuk kepentingan pribadi/umum ataupun demi materi/nonmateri.
          c)                  Cybercrime yang menyerang pemerintah :
Kejahatan yang dilakukan dengan pemerintah sebagai objek dengan motif melakukan terror, membajak ataupun merusak keamanan suatu pemerintahan yang bertujuan untuk mengacaukan system pemerintahan, atau menghancurkan suatu negara.


          2.2.2        Faktor Penyebab
                      Jika dipandang dari sudut pandang yang lebih luas, latar belakang terjadinya kejahatan di dunia maya ini terbagi menjadi dua faktor penting, yaitu :
         
1.                 Faktor Teknis
            Dengan adanya teknologi internet akan menghilangkan batas wilayah negara yang menjadikan dunia ini menjadi begitu dekat dan sempit. Saling terhubungnya antara jaringan yang satu dengan yang lain memudahkan pelaku kejahatan untuk melakukan aksinya. Kemudian tidak meratanya penyebaran teknologi menjadikan pihak yang satu lebih kuat daripada yang lain.

2.                 Faktor Sosial ekonomi
            Cybercrime dapat dipandang sebagai produk ekonomi. Isu global yang kemudian dihubungkan dengan kejahatan tersebut adalah keamanan jaringan. Keamanan jaringan merupakan isu global yang muncul bersamaan dengan internet. Sebagai komoditi ekonomi, banyak negara yang tentunya sangat membutuhkan perangkat keamanan jaringan. Melihat kenyataan seperti itu, Cybercrime berada dalam skenerio besar dari kegiatan ekonomi dunia.

          2.2.3   Karakteristik Cyber Crime
            Selama ini dalam kejahatan konvensional, kita mengenal adanya 2 jenis kejahatan sebagai berikut:
a.                   Kejahatan kerah biru (blue collar crime)
            Kejahatan jenis ini merupakan jenis kejahatan atau tindak criminal yang dilakukan secara konvensional, misalnya perampokan, pencurian, dan lain-lain. Para pelaku kejahatan jenis ini biasanya digambarkan memiliki steorotip tertentu misalnya, dari kelas sosial bawah, kurang terdidik, dan lain-lain.

b.                  Kejahatan kerah putih (white collar crime)
            Kejahatan jenis ini terbagi dalam 4 kelompok kejahatan yakni kejahatan korporasi, kejahatan birokrat, malpraktek, dan kejahatan individu.Pelakunya biasanya bekebalikan dari blue collar, mereka memiliki penghasilan tinggi, berpendidikan, memegang jabatan-jabatan terhormat di masyarakat.

Cyber crime sendiri sebagai kejahatan yang muncul sebagai akibat adanya komunitas dunia maya di internet, memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan kedua model di atas.

Karakteristik unik dari kejahatan di dunia maya tersebut antara lain menyangkut lima halberikut:
1.                 Ruang lingkup kejahatan
            Sesuai sifat global internet, ruang lingkup kejahatan ini jga bersifat global. Cybercrime seringkali dilakukan secara transnasional, melintasi batas negara sehingga sulit dipastikan yuridikasi hukum negara yang berlaku terhadap pelaku. Karakteristik internet di mana orang dapat berlalu-lalang tanpa identitas(anonymous) memungkinkan terjadinya berbagai aktivitas jahat yang tak tersentuh hukum.

          2.                  Sifat kejahatan
                      Bersifat non-violence, atau tidak menimbulkan kekacauan yang mudah terlihat. Jika kejahatan konvensional sering kali menimbulkan kekacauan makan kejahatan di internet bersifat sebaliknya.

          3.                  Pelaku kejahatan
                      Bersifat lebih universal, meski memiliki cirri khusus yaitu kejahatan dilakukan oleh orang-orang yang menguasai penggunaan internet beserta aplikasinya. Pelaku kejahatan tersebut tidak terbatas pada usia dan stereotip tertentu, mereka yang sempat tertangkap remaja, bahkan beberapa di antaranya masih anak-anak.

          4.                  Modus kejahatan
                      Keunikan kejahatan ini adalah penggunaan teknologi informasi dalam modus operandi, itulah sebabnya mengapa modus operandi dalam dunia cyber tersebut sulit dimengerti oleh orang-orang yang tidak menguasai pengetahuan tentang komputer, teknik pemrograman dan seluk beluk dunia cyber.

          5.                  Jenis kerugian yang ditimbulkan
                      Dapat bersifat material maupun non-material. Seperti waktu, nilai, jasa, uang, barang, harga diri, martabat bahkan kerahasiaan informasi.

          2.2.4   Jenis – Jenis Cyber Crime
                      Berdasarkan Jenis Kejahatan
          1.         Carding adalah berbelanja menggunakan nomor dan identitas kartu kredit orang lain, yang diperoleh secara ilegal, biasanya dengan mencuri data di internet. Sebutan pelakunya adalah “carder”. Sebutan lain untuk kejahatan jenis ini adalahcyberfroud alias penipuan di dunia maya.
          2.                  Hacking adalah menerobos program komputer milik orang/pihak lain. Hackeradalah orang yang gemar ngoprek komputer, memiliki keahlian membuat dan membaca program tertentu dan terobsesi mengamati keamanan (security)-nya.
          3.                  Cracking adalah hacking untuk tujuan jahat. Sebutan untuk “cracker” adalah “hacker” bertopi hitam (black hat hacker). Berbeda dengan “carder” yang hanya mengintip kartu kredit, “cracker” mengintip simpanan para nasabah di berbagai bank atau pusat data sensitif lainnya untuk keuntungan diri sendiri. Meski sama-sama menerobos keamanan komputer orang lain, “hacker” lebih fokus pada prosesnya. Sedangkan “cracker” lebih fokus untuk menikmati hasilnya.
          4.      Defacing adalah kegiatan mengubah halaman situs/website pihak lain, Tindakan deface ada yang semata-mata iseng, unjuk kebolehan, pamer kemampuan membuat program, tapi ada juga yang jahat, untuk mencuri data dan dijual kepada pihak lain.
5.         Phising adalah kegiatan memancing pemakai komputer di internet (user) agar mau memberikan informasi data diri pemakai (username) dan kata sandinya (password) pada suatu website yang sudah di-deface. Phising biasanya diarahkan kepada pengguna online banking. Isian data pemakai dan password yang vital.
          6.                  Spamming adalah pengiriman berita atau iklan lewat surat elektronik (e-mail) yang tak dikehendaki. Spam sering disebut juga sebagai bulk e-mail atau junk e-mailalias “sampah”.
          7.                  Malware adalah program komputer yang mencari kelemahan dari suatu software, pada umumnya malware diciptakan untuk membobol atau merusak suatu software atau operating system. Malware terdiri dari berbagai macam, yaitu : virus, worm, trojan horse, adware, browser hijacker, dll.

          2.3         Pengertian Cyber Law
Cyberlaw adalah hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya), yang umumnya diasosiasikan dengan Internet. Cyberlaw dibutuhkan karena dasar atau fondasi dari hukum di banyak negara adalah "ruang dan waktu". Sementara itu, Internet dan jaringan komputer mendobrak batas ruang dan waktu ini. Cyber law tidak sama lagi dengan ukuran dan kualifikasi hukum tradisional. Kegiatan cyber meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang nyata. Kegiatan cyber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata.

         2.3.1   Ruang Lingkup Cyber Law
Ada beberapa lingkup cyberlaw yang memerlukan perhatian khusus di Indonesia saat ini yakni:
          a)             Kriminalisasi cybercrime atau kejahatan didunia maya dampak negative dari kejahatan didunia maya ini telah banyak terjadi Indonesi namun perangkat aturan yang ada pada saat ini belum cukup kuat menjerat pelaku dengan sanksi tegas. Kejahatan ini semakin berkembang seiring perkembangan teknologi informasi. Kejahatan sebenarnya tumbuh dan berkembang dalam masyarakat tidak ada kejahatan tanpa masyarakat.
          b)             Aspek pembuktian saat ini sistem pembuktian hukum di Indonesia (khususnya dalam pasal 184 KUHP) belum mengenal istilah bukti elektronik/digital sebagai bukti yang sah menurut undang-undang. Masih banyak perdebatan khususnya antara akademisi dan praktisi mengenai hal ini. Untuk aspek perdata, pada dasarnya hakim bahkan dituntun untuk melakukan rechstivinding (penemuan hukum). Tapi untuk pidana tidak demikian, asas legalitas menetapkan bahwa tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana jika tidak ada aturan hukum yang mengaturnya (nullum delictum nulla poena sine previe lege poenali). Untuk itulah dibutuhkan adanya dalil yang cukup kuat sehingga perdebatan akademisi dan praktisi mengenai hal ini tidak perlu terjadi lagi.
          c)         Aspek Hak Atas Kekayaan Intelektual termasuk didalamnya Hak cipta dan Hak milik industrial yang cukup paten, merk, desain industry, rahasia dagang, sirkuit terpadu dan lain-lain.
          d)         Standarisasi di Bidang Telematika Penetapan standarisasi bidang telematika akan membantu masyarakat untuk mendapatkan keamanan dan kenyamanan dalam menggunakan teknoligi informasi.
          e)             Aturan-aturan di Bidang E-Bussiness termasuk didalamnya perlindungan konsumen dan pelaku bisnis.
f)       Aturan-aturan di Bidang E-Govenment apabila E-Govenment di Indonesia telah terintegrasi dengan baik
         maka efeknya adalah pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih baik.
          g)         Aturan tentang Jaminan Keamanan dan Kerahasiaan Informasi dalam menggunakan teknologi informasi.
          h)     Yuridikasi Hukum Cyberlaw tidak akan berhasil jika aspek ini diabaikan karena pemeraan yang mengatur Cyberspace menyangkut juga hubungan antar kawasan, antar wilayah dan antar negara sehingga penetapan yuridikasi yang jelas mutlak diperlukan.

         2.3.2   Topik-topik Cyber Law
Secara garis besar ada lima topic dari cyber law disetiap negara yaitu :
·           Information Security, menyangkut masalah keotentikan pengirim atau penerima dan integritas dari pesan yang mengalir melalui internet. Dalam hal ini diatur masalah kerahasiaan dan keabsahan tanda tangan elektronik.
          ·           On-Line Transaction, meliputi penawaran, jual-beli, pembayaran sampai pengiriman barang melalui internet. Right in Electronic Information, soal hak cipta dan hak-hak yang muncul bagi pengguna maupun penyedia
         content.
          ·                     Regulation Information Content, sejauh mana perangkat hukum mengatur content yang dialirkan melalui internet.
          ·                     Regulation online contact, tata karma dalam berkomunikasi dan berbisnis melalui internet termasuk perpajakan, retriksi eksport-import, kriminalitas dan yurisiksi hukum.

          2.3.3        Asas-asas Cyber Law
            Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku dikenal beberapa asas yang biasa digunakan, yaitu :
      ·       Subjective territoriality, yang menekankan bahwa keberlakuan hukum ditentukan berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan di negara lain.
      ·       Objective territoriality, yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum dimana akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan.
      ·   Nationality, yang menentukan bahwa negara mempunyai jurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku.
      ·         Passive nationalit, yang menekankan jurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban.
      ·     Protective principle, yang menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara untuk melindungi kepentingan negara dari kejahatan yang dilakukan diluar wilayahnya, yang umumnya digunakan apabila korban adalah negara atau pemerintah.
      ·      Unibersality, Assas ini selayaknya memperoleh perhatian khusus terkait dengan penanganan hukum kasus-kasus cyber. Asas ini disebut juga sebagai “universal unterest jurisdiction”. Pada mulanya asas ini menentukan bahwa setiap negara berhak untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan. Asas ini kemudian diperluas sehingga mencakup pula kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity). Misalnya penyiksaan, genosida, pembajakan udara dan lain-lain. Meskipun di masa mendatang asas jurisdiksi universal ini mungkin dikembangkan untuk internet piracy, seperti komputer, cracking, carding, hacking and virsuses, namun perlu dipertimbangkan bahwa penggunaan asas ini hanya diberlakukan untuk kejahatan sangat serius berdasarkan perkembangan dalam hukum internasional.

          2.3.4        Contoh Kasus Cyber Law
·   Penyebaran Foto Pornografi dan Pencemaran nama baik di Media Sosial Twitter
Jakarta - Yulianus Paonganan Alias Ongen tersangkut kasus pelanggaran UU Pornografi dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan menyebarkan foto yang berunsur pornografi dan pelanggaran tersebut. Tim subdit Cyber Crime mabes polri sudah melakukan pemantauan pada ongen sejak lama. Bahkan pada tanggal 12-14 Desember 2015, Polri mencatat ada 200 kicauan ongen yang dinilai menyebarkan pornografi di akun twitter ongen (@ypaonganan). 
Kapolri menyebutkan bisa menjerat Ongen dengan UU Pornografi dan UU ITE. Kini Polisi masih melengkapi berkas-berkas untuk segera membawa yang bersangkutan ke meja hijau.
Kicauan Ongen di media sosial Twitter dinilai terindikasi pidana. UU Pornografi diatur dalam pasal 4, minimal 6 bulan dan maksimal 12 tahun, dengan denda Rp 250 juta sampai Rp 6 miliar.




BAB III
PEMBAHASAN


          3.1         Waktu Kejadian
Yulianus Paonganan Alias Ongen tersangkut kasus pelanggaran UU Pornografi dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan menyebarkan foto yang berunsur pornografi dan pelanggaran tersebut. Tim subdit Cyber Crime mabes polri sudah melakukan pemantauan pada ongen sejak lama. Bahkan pada tanggal 12-14 Desember 2015, Polri mencatat ada 200 kicauan ongen yang dinilai menyebarkan pornografi di akun twitter ongen (@ypaonganan).
Kuasa hokum ongen “Yusril Ihza Mahendra” menerangkan bahwa tempat terjadinya tindak pidana tidak jelas atau Locus Delicti. Ongen juga menyebarkan foto presiden Jokowi sedang duduk bersebelahan dengan artis Nikita Mirzani, dan keterangan foto tersebut disertai juga dengan hastag #papadoyanlonte, berdasarkan keterangan terdakwa (Ongen), beliau mengunggah foto presiden Jokowi dengan Nikita saat perjalanan menuju Bandung.(merdeka.com).

          3.2         Tokoh atau Pelaku
Yulianus Paonganan alias Ongen ditahan polisi karena kasus kicauan 'Papa Doyan Lonte'. Siapa Ongen ini?
Dari berbagai sumber, Ongen lahir di Batusitanduk, Luwu, Sulsel pada 10 Juli 1970. Di Facebooknya, dia mencantumkan lulusan S3 ekologi batu karang IPB pada 2008. Dia juga mencantumkan dirinya sebagai Dosen Sekolah Pascasarjana Ilmu Kelautan IPB-Bogor, CEO di Maritime Media Goup dan Direktur Eksekutif Indonesia Maritime Institute.
Ongen merupakan pencipta drone. Bahkan dia mendapat banyak orderan drone dari negeri tetangga. "Drone OS-Wifanusa sy ciptakan utk survey dan mapping garis pantai, pulau kecil krn dilengkapi camera canggih medium format 80MP dan kamera multispektral yg high defenition, juga dilengkapi kamera daynight dgn sensor thermal, geolock dll...," tulis Yulianus. Ongen sangat aktif menulis status di Facebook dan Twitter. Dia juga memiliki akun Instagram namun dikunci.

          3.3              Teknik Pelanggaran yang dilakukan
                      Kasus penangkapan terhadap Yulianus Paonganan, Seorang pengajara kemaritiman yang juga netizen dengan nama twitter @ypaonganan alias Ongen menimbulkan perdebatan. Penangkapan pria yang dituduh melakukan penghinaan terhadap Presiden Jokowi dinilai berlebihan.
            Ongen dilaporkan oleh seseorang dengan tuduhan menghina Jokowi karena menggungah foto jokowi dengan artis Nikita Mirzani dengan Hastag #Papadoyanlonte.
Ongen @ypaonganan ditangkap dan ditahan pada Kamis (17/12/2015) karena cuitannya di jejaring media sosial Twitter.  Ongen ditangkap di rumahnya di Jl Rambutan, Jakarta Selatan, oleh Sub Direktorat Cyber Crime Bareskrim Polri. Yang jadi masalah, jika memang betul pelaporan itu terkait penghinaan sesuai pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 UU ITE dan Pasal 4 UU No 44 tentang Pornografi, maka sesuai prosedur Ongen seharusnya dipanggil dulu sebagai saksi.
            Pasal tersebut mengatur, perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Dan dalan penjelasan Pasal 17 KUHAP disebutkan bahwa yang dimaksud dengan ‘ bukti permulaan yang cukup’ ialah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan bunyi Pasal 1 angka 14 KUHAP. Ongen ditangkap terkait perintah Kapolri soal edaran hate speech. Kicauan ongen disebut Mabes Polri terindikasi pidana. Di beberapa postingannya, Ongen memang memasang foto jokowi tengah duduk disamping artis Nikita Mirzani. Menurut Polri, bukan foto itu yang jadi persoalan. Tetapi tulisan yang menyertai foto itu yang dinilai melanggar UU ITE dan Pornografi. “Jadi yang dipermasalahkan adalah tulisan dibalik foto tersebut. Penyidik melihat tulisan itu,sehingga dikenakan Ayat (1) huruf a dan e juncto,UU Pornografi dan juga termasuk UU ITE.

          3.4              Pelanggaran Hukum yang dikenai
                      Kapolri menyebutkan bisa menjerat Ongen dengan UU Pornografi dan UU ITE. Kini Polisi masih melengkapi berkas-berkas untuk segera membawa yang bersangkutan ke meja hijau.“Kita lakukan kajian terhadap yang diposting itu memang dari hasil kajian kami ada memenuhi beberapa unsure pidana. Yang pertama Pornografi,kemudian yang kedua pelanggaran UU ITE pasal 5 sehingga kita berkesimpulan ini sudah penuhi unsur pidana. Oleh karena itu kita lakukan penindakan untuk kita bawa ke pengadilan,”kata Kapolri.
Polri menjerat Ongen dengan pidana UU ITE dan UU Pornografi. Kicauan Ongen di media sosial Twitter dinilai terindikasi pidana. UU Pornografi diatur dalam pasal 4, minimal 6 bulan dan maksimal 12 tahun, dengan denda Rp 250 juta sampai Rp 6 miliar.
Kobes Agung menjelaskan,pihaknya memutuskan untuk menahan Ongen dengan beberapa pertimbangan. Salah satunya khawatir Ongen akan menghilangkan barang bukti.

          3.5              Alasan Melakukan Pelanggaran
                      Yulianus Paonganan alias Ongen melakukan pelanggaran dengan cara mencuitkan beberapa foto dan kata-kata yang tak pantas dengan hastag (#) yang berarah ke pornografi tersebut suatu kritikan atau celaan dan ketidaksukaan nya terhadap pemerintahan di era sekarang.
Tetapi, dengan adanya proses hukum yang sedang berjalan ini Yulianus Paonganan telah menyatakan penyesalan nya karena telah mencuitkan kata-kata yg tidak pantas lebih dari 200 twit tersebut.

          3.6              Kasus Akhir
                      Perkara aktivis Yulianus Paonganan alias Ongen  memasuki babak baru di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Didakwa 2 pasal pada UU ITE dan UU Pornografi, pemilik akun @ypaonganan itu terancam penjara maksimal 12 tahun karena kicauannya tahun lalu.
Pembacaan surat dakwaan Yulianus dilakukan siang tadi diruang H.R Purwoto S. Ganda Subrata, PN Jaksel, Jl. Ampera Raya, Selasa (19/04/2016). Sidang yang dipimpin oleh ketua majelis hakim Nursam dilakukan secara tertutup dan berlangsung singkat.
          “Tersangka telah menyatakan penyesalannya,” Jelas Wadir Eksus Bareskrim Polri Kombes Agung Setya, Agung memberi imbauan. Dari kasus Ongen, Para pengguna media sosial agar bijak ketika menggunakan akun Media Sosialnya, Dan dihimbau kepada kita semua agar menggunakan media sosial secara sehat,” Jelas dia.
Menurut Wakil Direktur tindak pidana Ekonomi Khusus, Kombes Agung Setya sudah mendapatkan persetujuan dari pengadilan, maka tersangka akan ditahan selama 30 hari ke depan.
Selain itu, Agung mengutarakan penyidik juga tidak mengabulkan permohonan penangguhan penahanan yang diajukan pihak ongen. Dikhawatirkan melarikan diri, dan dikhawatirkan akan mengulangi tindak pidana, dikhawatirkan juga menghilangkan barang bukti,” Ujarnya.  Selasa, Tepatnya pada tanggal 10 Mei 2016 Yulianus Paonganan alias Ongen menjalani sidang lanjutan. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membebaskan Yulianus Paonganan alias Ongen. Walau telah dinyatakan bebas dari status terdakwa, hingga saat ini pemilik akun twitter @Ypaonganan tersebut masih berstatus sebagai tersangka.
"Status sebagai tersangka, namun tidak dilakukan penahanan," ujar Kasipidum Kejari Jakarta Selatan Chandra Saptaji.
Dalam putusan sela yang dibacakan majelis hakim PN Jaksel siang tadi, hakim menilai Sdakwaan yang diajukan jaksa cacat hukum, karena tidak mencantumkan tanggal penerbitan. Selain itu masa perpanjangan penahanan Ongen dinilai menyalahi aturan karena dilakukan tanpa meminta persetujuan majelis hakim.
            Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membebaskan Yulius Paonganan alias Ongen yang memiliki akun twitter @Ypaonganan. Dalam sidang putusan sela yang digelar siang ini, hakim menilai surat dakwaan dan penahanan Ongan tidak sah.
Selain itu, Ketua Majelis Hakim Nursam menganggap dakwaan jaksa tidak tepat sehingga sidang tidak bisa masuk ke pokok perkara.
“ Artinya dia dibebaskan dari segala dakwaan yang ada,” Ucapnya, dan Hakim kemudian memerintahkan agar hari ini Ongen dikeluarkan dari tahanan.


           


BAB IV
PENUTUP

          4.1       Kesimpulan
                      Di dunia ini banyak hal yang memiliki dualisme yang kedua sisinya saling berlawanan. Seperti teknologi informasi dan komunikasi, hal ini diyakini sebagai hasil karya cipta peradaban manusia tertinggi pada zaman ini. Namun karena keberadaannya yang bagai memiliki dua mata pisau yang saling berlawanan, satu mata pisau dapat menjadi manfaat bagi banyak orang, sedangkan mata pisau lainnya dapat menjadi sumber kerugian bagi yang lain, banyak pihak yang memilih untuk tidak berinteraksi dengan teknologi informasi dan komunikasi.
            Sebagai manusia yang beradab, dalam menyikapi dan menggunakan teknologi ini, mestinya kita dapat memilah mana yang baik, benar dan bermanfaat bagi sesama, kemudian mengambilnya sebagai penyambung mata rantai kebaikan terhadap sesama, kita juga mesti pandai melihat mana yang buruk dan merugikan bagi orang lain untuk selanjutnya kita menghindari atau memberantasnya jika hal itu ada di hadapan kita.  

          4.2              Saran
                      Cybercrime adalah bentuk kejahatan yang mestinya kita hindari atau kita berantas keberadaannya. Cyberlaw adalah salah satu perangkat yang dipakai oleh suatu negara untuk melawan dan mengendalikan kejahatan dunia maya (cybercrime) khususnya dalam hal kasus cybercrime yang sedang tumbuh di wilayah negara tersebut. Seperti layaknya pelanggar hukum dan penegak hukum.
      ·         Saran untuk pembaca :
Para pengguna Media Sosial disarankan agar lebih bijak ketika menggunakan akun media sosialnya, dan para pengguna diharapkan menggunakan media sosial secara sehat.
      ·         Saran untuk pelaku :
Lebih berhati-hati dalam menyampaikan ketidaksukaan nya kepada seseorang lewat media sosial.























Read more...